Proses Menuju Senayan Penuh Perjuangan, Ning Lia : Amanah itu Berat

Iklan Semua Halaman

Masukkan kode iklan di sini. Direkomendasikan iklan ukuran 970px x 250px. Iklan ini akan tampil di halaman utama, indeks, halaman posting dan statis.

Header Menu

Proses Menuju Senayan Penuh Perjuangan, Ning Lia : Amanah itu Berat

Jumat, 01 Maret 2024
Dr. Lia Istifhama (Ning Lia).
Foto: istimewa


JurnalReportase.com, Surabaya - Hitungan hari, finalisasi perolehan suara calon DPD RI Jatim akan berakhir. Tentu, setelah rangkaian sidang pleno tingkat KPU kabupaten/kota se Jawa Timur, maka rekapitulasi suara akan berakhir di tingkat KPU Provinsi. Tahapan ini tentu menjadi atensi khusus bagi para calon senator, terutama yang memiliki potensi kuat lolos senayan. 


Adalah Dr. Lia Istifhama, salah satu calon DPD yang hingga kini masih masuk 4 besar sesuai real count sementara KPU. Ning Lia, sapaan akrab keponakan Khofifah tersebut, menjelaskan keyakinannya bahwa jerih payah saksi mengawal suara, akan mengantarkan pada kemenangan.


“Saya sebagai muslim, meyakini bahwa jerih payah saksi mengawal suara sampai larut malam setiap hari, Insya Allah mengantar pada kemenangan. Hal ini bukan tanpa alasan, melainkan saya mengikuti sendiri pergeseran jumlah suara yang semula, mohon maaf, banyak ketidaksinkronan, kini sudah sesuai.”


Doktoral UINSA tersebut menjelaskan bahwa dirinya terlibat langsung proses pengawalan suara.


“Kebetulan saya mengikuti sendiri. Membuka sendiri link sirekap, dan menemukan langsung ketidaksinkronan. Bervarian sekali, ada yang jumlah batang atau bar hanya satu, ditulis dua. Jadi harus melototin banget form c1. Ada yang jumlah suara 24, tapi kotak X yang menandakan angka 0, ditulis dua, ditulis 8, itu masih di form C1.”


“Di inputan yang nampak dari sirekap, justru lebih wow sekali. Bahwa foto form c1 hanya 16, namun dalam data yang terinput, 826. Hal-hal seperti ini memang ada dan saya tahu sendiri karena kebetulan suara yang cenderung digemukkan, tidak jauh dari nomer urut saya. Jadi kalau saya lihat kevalidan suara saya, mau tidak mau terlihat suara si ini.”


Ning Lia menambahkan, bahwa suaranya pun ada yang berkurang, namun berkat usaha keras dirinya dan tim saksi, ketidaksinkronan sudah mendekati benar.


“Sekian minggu kami fokus mengecek mana yang tidak sinkron, dan menyampaikan dari tingkat PPK hingga kabupaten kota, ya Alhamdulillah akhirnya sinkron semua. Disini, saya tidak menyalahkan siapapun, namun saya ingin menjadikan ini semua edukasi. Bahwa suara pemilih adalah marwah demokrasi, mohon sama-sama kita jaga.”


Terkait modus penggelembungan salah satu calon yang diketahuinya secara langsung, ning Lia pun menjawab bijak.


“Indikasi penggelembungan melalui perubahan jumlah di form c1 yang tidak sesuai jumlah bar maupun jumlah inputan sirekap yang tidak sesuai C1, saya kira sudah klir tidak berhasil dan sudah dibenahin semua. Jadi tidak ada masalah, saya pun tidak mau men judge si A si B curang, melainkan cukup tahu, itu saja. Cukup ini semua sebagai edukasi, bahwa memang ada saja kejutan di politik,” ujarnya seraya tersenyum.


“Saya hanya ingin berpesan, mohon semua pihak jika diberi amanah mengemban sebuah tugas, sama-sama menjunjung kejujuran. Karena bisa jadi, ketidakjujuran itulah yang akhirnya merepotkan banyak orang, minimal sesama koleganya yang akhirnya terketuk hati mengecek lagi dan lagi. Kasihan yang jujur,” tambahnya.


Perempuan yang disebut-sebut memiliki paras cantik alami dan digadang-gadang sebagai srikandi NU oleh para kaum adam tersebut, menjelaskan komitmennya menjadi senator yang membawa nuansa politik adem.


“Insya Allah, saya tidak meninggalkan kebencian jika ada pola-pola main belakang dalam politik. Namun, saya memang bukan tipe yang bisa diam jika ada kecurangan. Saya perjuangkan dulu apa yang bagi saya hak pemilih. Jika sudah berhasil, ya sudah. Saya tinggal merangkul siapapun yang jadi partner jika sama-sama lolos ke senayan. Saya kira di era keterbukaan informasi, jika seseorang bijak, pasti ia belajar mengambil hikmah.”


“Pasti saya menjaga terbentuknya politik adem, aman damai tentrem. Tapi hal ini tentu tidak bisa saya lakukan sendiri, melainkan dari banyak pihak juga harus mendukung hal tersebut. Tidak perlu-lah menggunakan buzzer-buzzer hanya membuat framing publik. Toh nanti ketahuan juga belangnya. Daripada melakukan hal yang sia-sia, lebih baik lakukan realita kebaikan saja.”


Di akhir, aktivis yang dikenal sebagai motivator dan novelis tersebut, juga menyinggung beratnya Amanah.


“Politik jangan sampai sebatas mencari sebuah jabatan atau posisi, tapi saya kira amanah itu berat. Dipercaya masyarakat, itu bukan sebuah prestise, melainkan justru itulah perjuangan sesungguhnya. Saya disini semakin menyadari itu, ketika saya alami kejutan dalam pemilu 2024 ini. Dan saya yakin, ini bentuk Allah SWT menunjukkan pada saya agar saya selalu jujur dan tetap fighter menunjukkan pada pemilih, bahwa saya punya komitmen dan idealisme.”


“Insya Allah proses saya menuju senayan, adalah perjuangan yang asli perjuangan. Ini bukan soal jabatan atau kewenangan belaka, tapi ini soal suara hati pemilih. Dan saya Insya Allah tak ada lain selain ingin memberikan kado terindah untuk mereka. Insya Allah tidak terbersit pikiran saya untuk mendustai mereka dengan melakukan rekayasa apapun.”


Secara lugas, pemilik postur tinggi semampai tersebut berulang kali disebut warga, lebih cantik dari foto surat suara.


“Ada aja yang bilang cantikan aslinya. Tapi saya sih berpikir enggak kok. Ini bukan soal cantik asli atau cantik foto. Tapi ini soal apa makna cantik sesungguhnya. Yaitu sebuah keramahan, kejujuran, keaslian dalam bersikap, kesederhanaan, itu lah potret cantik yang asli. Inner beauty yang asli. Apalagi jika bisa berbicara dengan menunjukkan kecerdasan, ketegasan, dan keteguhan berprinsip, maka akan semakin kuat pesona cantiknya.”


“Sejauh ini, saya bersyukur banyak mengisi seminar dengan mengajak adek-adek untuk fokus karya, jangan fokus mikir fisik. Tidak mudah lho, mengajak orang berpikir menghargai karya, jadi ayolah jangan dirusak dengan membangga-banggakan beauty privilege. Toh, cantik itu fisik itu tidak ada habisnya. Apalagi di Jatim, bu Arumi Bachsin, cantiknya kayak gimana. Tapi beliau humble dan tidak menjadikan cantiknya sebagai value diri. Nah, itu yang perlu kita teladani.”


“Tidak ada kan, beliau menunjukkan, terimakasih ya sudah memilih pak Emil karena punya istri cantik seperti saya?,” jelas Ning Lia tertawa renyah.


Tak heran, kalimat tegas dari ibu yang ayu-nya awet muda tersebut sangat mungkin dipengaruhi dua sosok yang melekat padanya. Yaitu sosok Khofifah Indar Parawansa dan KH. Masykur Hasyim, mantan Komandan Banser Jatim yang dikenal sebagai singa podium. (Red)